Fenomena Healing di Kalangan Gen Z Indonesia: Gaya Hidup atau Pelarian?

Fenomena Healing di Kalangan Gen Z Indonesia: Gaya Hidup atau Pelarian?

Fenomena Healing di Kalangan Gen Z Indonesia: Gaya Hidup atau Pelarian?

Healing Jadi Gaya Hidup Baru Gen Z Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah healing makin sering muncul di linimasa media sosial anak muda Indonesia. Biasanya dibarengi foto staycation di hotel estetik, road trip mendadak ke pantai, atau sekadar ngopi di kafe hidden gem. Buat Gen Z, healing bukan lagi sekadar liburan, tapi semacam ritual buat menjaga kesehatan mental di tengah tekanan hidup modern yang makin berat.

Banyak survei menunjukkan bahwa Gen Z merupakan kelompok usia yang paling rentan mengalami stres, burnout, dan kecemasan, terutama sejak pandemi COVID-19. Tekanan akademik, sulitnya mencari kerja layak, ketidakpastian ekonomi, dan tuntutan sosial bikin mereka butuh ruang buat istirahat sejenak dari rutinitas. Nah, healing ini dianggap solusi praktis buat “menyembuhkan diri” dari beban itu semua.

Fenomena healing juga dipicu budaya media sosial. Banyak Gen Z menganggap healing sebagai bagian dari self-branding: menunjukkan bahwa mereka peduli diri sendiri, mandiri, dan estetik. Ini mempercepat transformasi healing dari sekadar aktivitas penyembuhan jadi simbol gaya hidup keren yang wajib dilakukan minimal sebulan sekali.


◆ Alasan Healing Jadi Tren Besar di Kalangan Gen Z

Ada banyak alasan kenapa healing begitu populer di kalangan Gen Z Indonesia. Pertama, karena meningkatnya kesadaran tentang kesehatan mental. Generasi ini tumbuh di era digital yang membuat isu kesehatan mental lebih terbuka dibicarakan, baik lewat kampanye sekolah, komunitas, maupun influencer. Jadi, mereka merasa wajar meluangkan waktu dan uang buat menjaga diri secara emosional.

Kedua, healing menawarkan escape dari tekanan sosial. Gen Z tumbuh dengan ekspektasi tinggi dari keluarga dan masyarakat, entah untuk jadi sukses secara finansial, punya prestasi akademik, atau tampil sempurna di media sosial. Aktivitas healing seperti traveling, spa, atau sekadar rehat di rumah tanpa gangguan jadi semacam cara “menolak dulu ekspektasi dunia” agar bisa napas.

Ketiga, faktor ekonomi. Meski sering dibilang boros, banyak Gen Z justru lebih hemat dalam kebutuhan sekunder agar bisa punya dana khusus buat healing. Mereka rela menunda beli barang mewah demi bisa staycation 2 hari di tempat sepi. Industri pariwisata dan gaya hidup juga ikut mendukung tren ini lewat promo hotel, paket retreat mental wellness, dan tiket pesawat murah.


◆ Ragam Bentuk Healing Versi Gen Z

Healing versi Gen Z nggak cuma soal jalan-jalan. Ada banyak bentuknya, tergantung kepribadian dan kebutuhan emosional masing-masing. Beberapa bentuk paling umum:

  • Solo traveling: Banyak Gen Z yang memilih jalan sendiri ke kota lain, bahkan ke luar negeri, buat recharge energi. Biasanya mereka menghindari tempat ramai, memilih destinasi sunyi seperti pantai, pegunungan, atau desa wisata.

  • Digital detox: Ada juga yang healing dengan “menghilang” dari media sosial beberapa hari. Ini dilakukan buat mengurangi tekanan sosial dan kecemasan akibat perbandingan sosial (social comparison) yang terus muncul di timeline.

  • Self-care harian: Seperti skincare, meditasi, olahraga ringan, journaling, atau quality time dengan hewan peliharaan. Aktivitas kecil ini dianggap penting buat menjaga kestabilan emosi.

  • Micro-healing: Istilah untuk healing mini seperti ngopi sendiri di kafe atau jalan kaki sore keliling taman kota. Cocok buat Gen Z yang sibuk tapi tetap butuh recharge ringan.

Variasi ini menunjukkan bahwa healing udah jadi kebutuhan utama dalam rutinitas Gen Z, bukan cuma kegiatan musiman.


◆ Dampak Positif Healing untuk Kesehatan Mental

Banyak studi membuktikan bahwa istirahat aktif seperti healing bisa menurunkan kadar hormon stres (kortisol) dan meningkatkan suasana hati. Buat Gen Z yang hidup di era serba cepat, ini membantu mereka mengurangi risiko burnout. Setelah healing, mereka umumnya merasa lebih fokus, produktif, dan punya energi buat menghadapi tantangan.

Healing juga membangun rasa kontrol atas hidup sendiri. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, keputusan untuk berhenti sejenak memberi mereka rasa kuasa bahwa hidup nggak sepenuhnya dikendalikan tekanan eksternal. Ini penting untuk membangun resiliensi mental jangka panjang.

Selain itu, healing meningkatkan kualitas hubungan sosial. Saat stres menurun, Gen Z lebih mampu bersosialisasi sehat, mengelola emosi, dan menjaga komunikasi dengan keluarga atau pasangan. Artinya, healing bukan cuma menyembuhkan diri sendiri, tapi juga memperbaiki relasi dengan orang lain.


◆ Sisi Negatif dan Kritik terhadap Budaya Healing

Meski banyak manfaatnya, budaya healing Gen Z juga nggak lepas dari kritik. Beberapa orang menilai healing sering jadi dalih buat lari dari tanggung jawab. Ada kasus mahasiswa atau karyawan yang mendadak menghilang dari tugas dengan alasan healing, padahal sebenarnya hanya malas menghadapi tekanan.

Masalah lain, healing sering dijadikan ajang pamer di media sosial. Foto-foto mewah saat staycation atau traveling bisa memicu perbandingan sosial di kalangan teman sebaya. Akibatnya, ada tekanan sosial baru: seolah healing harus mahal dan estetik, padahal esensinya cuma soal istirahat.

Selain itu, ada kekhawatiran healing jadi budaya konsumtif. Industri gaya hidup bisa mengeksploitasi tren ini buat jualan produk atau layanan mahal, sehingga healing kehilangan makna awalnya dan berubah jadi ajang komersial. Ini bisa membebani keuangan Gen Z yang penghasilannya rata-rata masih terbatas.


Penutup

Healing buat Gen Z Indonesia adalah fenomena sosial yang kompleks. Di satu sisi, ini jadi cara mereka bertahan di tengah tekanan hidup modern dan membangun kesadaran kesehatan mental yang positif. Tapi di sisi lain, ada risiko menjadikannya pelarian instan yang konsumtif dan penuh ekspektasi sosial.

Kuncinya ada di keseimbangan: healing seharusnya bukan pelarian dari hidup, tapi jeda sejenak untuk kembali menjalani hidup dengan lebih sehat dan waras. Selama dilakukan dengan sadar dan proporsional, healing bisa jadi gaya hidup positif yang bikin Gen Z lebih tangguh menghadapi masa depan.


Kesimpulan

  • Healing populer di kalangan Gen Z karena tekanan sosial tinggi, kebutuhan mental wellness, dan budaya media sosial.

  • Bentuk healing beragam: solo traveling, digital detox, self-care, hingga micro-healing.

  • Healing memberi manfaat besar bagi mental, tapi bisa jadi konsumtif atau pelarian kalau berlebihan.

  • Keseimbangan antara rehat dan tanggung jawab jadi kunci supaya healing benar-benar bermanfaat.


📚 Referensi